Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan
Di dalam
seluruh jangka kehidupan manusia, semenjak dalam kandungan sampai meninggal di
dalamnya terjadi perubahan-perubahan baik fisik maupun psikis.
Perubahan-perubahan tersebut terjadi karena pertumbuhan dan perkembangan dalam
dirinya.
Pertumbuhan dan
perkembangan merupakan dua istilah yang senantiasa digunakan secara bergantian.
Keduanya tidak bisa dipisah-pisah, akan tetapi saling bergantung satu dengan
lainnya bahkan bisa dibedakan untuk maksud lebih memperjelas penggunaannya.
Pertumbuhan
adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan
fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat pada
waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi
dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah ) yang herediter
dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan
dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur
biologis.
Perkembangan
adalah serangkaian perubahan progresif
yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman(E.B hurloch),
bekerja dalam suatu proses perubahan yang berkenaan dengan aspek-aspek fisik
dan psikhis atau perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses
perkembangan individu mulai dari massa konsepsi sampai mati
Hasil pertumbuhan antara lain
bertambahnya ukuran kuantitatif badan anak, seperti berat, panjang, dan
kekuatannya. Begitu pula pertumbuhan akan mencakup perubahan yang semakin sempurna
pada sistem jaringan saraf dan perubahan-perubahan struktur jasmani lainnya.
Dengan demikian, pertumbuhan dapat diartikan sebagai proses perubahan dan
pematangan fisik.
Pertumbuhan jasmani berakar pada
organisme yang selalu berproses untuk menjadi besar. Pertumbuhan jasmaniah ini
dapat diteliti dengan mengukur berat, panjang, dan lingkaran seperti lingkar
kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, lingkar lengan dan lain-lain. Dalam
pertumbuhannya, setiap bagian tubuh mempunyai perbedaan tempo kecepatan. Misalnya,
pertumbuhan alat kelamin berlangsung paling lambat pada masa anak-anak tetapi
mengalami percepatan pada masa pubertas. Sebaliknya, pertumbuhan susunan saraf
pusat berlangsung pada akhir masa anak-anak dan berhenti pada masa pubertas.
Perbedaan kecepatan masing-masing bagian tubuh mengakibatkan adanya perbedaan
keseluruhan proporsi tubuh dan juga menimbukan perbedaan dalam fungsinya.
Teori Perkembangan dan pertumbuhan peserta didik :
1.. Teori
Perkembangan Kognitif Plaget.
Piaget adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya
terhadap perkembangan pemikiran para pakar kognitif lainnya. Menurut
Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu
proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem
syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah
susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya.
Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi
biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan
kualitatif didalam struktur kognitifnya. Piaget tidak melihat
perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara
kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan metal anak
yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap
perkembangannya sesuai dengan umurnya. Pola dan tahap-tahap ini bersifat
hirarkhis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang
tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya. Piaget
membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat, yaitu :
a. Tahap sensorimotor (umur 0 - 2 tahun)
Tahap Sensorimotor menurut Piaget dimulai sejak umur 0 sampai 2 tahun.
Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana. Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi langkah. Kemampuan yang dimiliki antara lain :
Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana. Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi langkah. Kemampuan yang dimiliki antara lain :
1. Melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda
dengan objek di sekitarnya.
2. Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara.
3. Suka memperhatikan sesuat lebih lama.
4. Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya.
5. Memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin
merubah tempatnya.
b. Tahap preoperasional (umur 2 - 7/8 tahun)
Piaget mengatakan tahap ini antara usia 2
- 7/8 tahun. Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan
symbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap
ini dibagi menjadi dua, yaitu preoperasional dan intuitif.
Preoperasional (umur 2-4 tahun), anak telah mampu
menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsep nya, walaupun masih sangat
sederhana. Maka sering terjadi kesalahan dalam memahami objek. Karakteristik
tahap ini adalah:
1. Self counter nya sangat menonjol.
2. Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar
secara tunggal dan mencolok.
3. Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria,
termasuk kriteria yang benar.
4. Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi
tidak dapat menjelaskan perbedaan antara deretan.
c. Tahap operasional konkret (umur 7 atau 8-11 atau 12
tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan
aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan
kekekalan. Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi
hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret. Operation adalah suatu tipe tindakan untuk
memanipulasi objek atau gambaran yang ada di dalam dirinya. Karenanya
kegiatan ini memerlukan proses transformasi informasi ke dalam dirinya sehingga
tindakannya lebih efektif. Anak sudah tidak perlu coba-coba dan membuat
kesalahan, karena anak sudah dapat berpikir dengan menggunakan model
"kemungkinan" dalam melakukan kegiatan tertentu. Ia dapat
menggunakan hasil yang telah dicapai sebelumnya. Anak mampu menangani
sistem klasifikasi.
Sungguhpun anak telah dapat melakukan pengklasifikasian, pengelompokan dan
pengaturan masalah (ordering
problems) ia tidak
sepenuhnya menyadari adanya prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya.
Namun taraf berpikirnya sudah dapat dikatakan maju. Anak sudah tidak
memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif. Untuk menghindari
keterbatasan berpikir anak perlu diberi gambaran konkret, sehingga ia mampu
menelaah persoalan. Sungguhpun demikian anak usia 7-12 tahun masih
memiliki masalah mengenai berpikir abstrak.
d. Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak
dan logis dengan menggunakan pola berpikir "kemungkinan".
Model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-dedutive dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan
kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa.
Pada tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat :
Bekerja
secara efektif dan sistematis.
Menganalisis secara kombinasi. Dengan demikian telah diberikan dua
kemungkinan penyebabnya, C1 dan C2 menghasilkan R, anak dapat merumuskan
beberapa kemungkinan.
Berpikir
secara proporsional, yakni menentukan macam-macam proporsional tentang C1, C2
dan R misalnya.
Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi. Pada tahap ini
mula-mula Piaget percaya bahwa sebagian remaja mencapai formal
operations paling
lambat pada usia 15 tahun. Tetapi berdasarkan penelitian maupun studi
selanjutnya menemukan bahwa banyak siswa bahkan mahasiswa walaupun usianya
telah melampaui, belum dapat melakukan formal
operation.
Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensorimotor tentu akan
berbeda dengan proses belajar yang dialami oleh seorang anak pada tahap
preoperasional, dan akan berbeda pula dengan mereka yang sudah berada pada
tahap operasional konkret, bahkan dengan mereka yang sudah berada pada tahap
operasional formal. Secara umum, semakin tinggi tahap perkembangan
kognitif seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara
berpikirnya. Guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif
pada muridnya agar dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajarannya sesuai
dengan tahap-tahap tersebut. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan
tidak sesuai dengan kemampuan dan karakteristik siswa tidak akan ada maknanya
bagi siswa.
2.. Teori
Psikonalitik Freud.
Teori Freud mengenai kepribadian dapat diiktisarkan dalam rangka
struktur, dinamika dan perkembangan kepribadian.
Menurut
Freud kepribadian terdiri atas tiga sistem atau aspek, yaitu:
1.
Id yaitu aspek biologis,
2.
Ego yaitu aspek psikologis,
3.
Super ego yaitu aspek sosiologis.
Ketiga aspek itu masing-masing mempunyai fungsi, komponen, sifat, prinsip
kerja, dinamika sendiri-sendiri, mamun ketiganya berhubungan ddengan rapatnya
sehingga tidak mungkin memisahkan pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia,
tingkah laku selalu merupahan hasil kerjasama dari ketiga aspek itu.
1. Id
Aspek ini adalah aspek biologis dan merupakan sistem yang original di dalam
kepribadian, aspek inilah aspek yang lainnya tumbuh, Freud menyebutnya
juga realitas psikis yang sebenar-benarnya (“The True Psychic Reality”), oleh
karena Id merupakan dunia batin manusia atau subyektif, dan tidak mempunyai
hubungan langsung dengan dunia obyektif. Id berisikan hal-hal yang dibawa sejak
lahir (unsur biologis), termasuk instink, dan Id merupakan “reservior” energi
psikis yang menggerakkan Ego dan Super Ego. Energi psikis di dalam Id itu dapat
meningkat oleh karena perangsang, baik perangsang dari luar maupun perangsang
dari dalam. Apabila energi meningkat, yang berarti ada tegangan, segeralah Id
mereduksikan energi itu untuk menghilangkan rasa tidak enak itu. Menjadi
pedoman dalam berfungsinya Id ialah menghindarkan diri dari ketidakenakan dan
mengejar keenakan, pedoman ini disebut “Prinsip Kenikmatan” atau “Prinsip
Keenekan” (Lust Prinzip, the Pleasurre Principle). Untuk menghilangkan
ketidakenakan dan mencapai kenikmatan iti Id mempunyai dua cara (alat proses),
yaitu:
(a)
Refleks dan reaksi-reaksi otomatis, seperti bersin, berkedip, dan sebagainya;
(b)
Proses primer (Primair Vorgang),misalnya orang lapar membayangkan makanan
Akan tetapi jelas bahwa cara “ada” yang demikian itu tidak memenuhi kebutuhan,
orang yang lapar tidak akan menjadi kenyang dengan membayangkan makanan. Karena
itu maka perlulah adanya sistem lain yang menghubungkan pribadi dengan dunia
objektif.
2.
Ego
Aspek ini adalah aspek psikologis daripada kepribadian dan timbul karena
kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan
(Realitat). Orang lapar mesi perlu makan untuk menghilangkan tegangan yang ada
dalam dirinya, ini berarti bahwa organisme harus dapat membedakan antara
khayalan tentang dan kenyataan tentang makanan. Disinilah letak perbedaan
antara Id dan Ego, yaitu kalau Id hanya mengenal dunia batin maka Ego dapat
membedakan suatu yang hanya ada dalam batin dan sesuatu yang ada di dunia luar.
Dalam fungsinya Ego berpegang pada “Prinsip Kenyataan” atau “Prinsip Realitas”
(Realitatsprinzip, the reality principle) tujuannya ialah mencari objek yang
tepat (serasi)untuk mereduksikan tegangan yang timbul dalam organisme dan
beraksi dengan sekunder (Sekundar Vorgang, secondary process) adalah proses
berfikir realistis, dengan mempergunakan proses sekunder Id merumuskan suatu
rencana untuk pemuasan kebutuhan dan mengujinya (biasanya dengan sesuatu tindakan)
untuk mengetahui apakah rrencana itu berhasil atau tidak. Misal: orang lapar
merencanakan dimana dia dapat makan, lalu pergi ketempat tersebut untuk
mengetahui apakah rencana tersebut berhasil (cocok dengan realitas) atau tidak.
Perbuatan ini secara teknis disebut Reality Testing.
Ego dapat pula dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian, oleh karena Ego
ini mengontrol jalan-jalan yang ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan yang
dapat dipenuhi serta cara-cara memenuhinya, serta memilih obyek-obyek yang
dapat memenuhi kebutuhan, dalam menjalankan fungsi ini seringkali Ego harus
mempersatukan pertentangan-pertentangan antara Id dan Super Egodan dunia luar.
Namun harus selalu diingat, bahwa Ego adalah drivat dari Id dan bukan untuk
merintanginya, peran utamanya ialah menjadi perantara antara
kebutuhan-kebutuhan instinktif dengan keadaan lingkungan, demi kepentingan
adanya organisme.
3.
Super Ego
Adalah aspek sosiologi kepribadian, wakil dari nilai-nilai tradisional serta
cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan oran tua kepada anaknya. Yang
diajarkan dengan berbagai perintah dan larangan. Super Ego merupakan
kesempurnaan daripada kesenangan, karena Super Ego dapat dianggap sebagai aspek
moral kepribadian. Fungsi pokoknya ialah menentukan apakah sesuatu benar atau
salah, pantas atau tidak, denagn demikian pribadi dapat bertindak sesuai dengan
moral masyarakat.
Super Ego diinternalisasikan dalam perkembangan anak sebagai response terhadap
hadiah dan hukuman yang diberikan oleh oran tua). Dengan maksud mendapatkan
hadiah dan menghindari hukuman anak mengatur tingkah lakunya sesuai dengan
garis-garis yang dikehendaki oleh orang tuanya. Apaun juga yang dikatakan
sebagai tidak baik dan bersifat menghukum akan cenderung untuk menjadi
“Conscentia” anak, apapun juga yang disetujui dan membawa hadiah cenderung
untuk menjadi Ego Ideal anak. Mekanisme yang menyatukan sistem tersebut kepada
pribadi disebut Introjeksi. Super Ego berisi dua hal yaitu
Conscentia adalah menghukum anak dengan memberikan rasa dosa dan Id Ideal
adalah menghadiahi orang dengan rasa bangga akan dirinya. Terbentuknya Super
Ego ini maka kontrol terhadap tingkah laku yang dulunya dilakukan oleh oran
tuanya menjadi dilakukan oleh dirinya sendiri, moral yang dulunya heteronom
lalu menjadi otonom.
Fungsi pokok
Super Ego itu dapat dilihat dapal hubungan dengan ketiga aspek kepribadian
yaitu:
(a)
Merintangi impuls-impuls Id, terutama impuls seksual dan agresif yang
pernyataannya sangat ditentang oleh masyarakat;
(b)
Mendorong Ego untuk lebih mengerjar hal-hal yang moralistis daripada realistis;
(c)
Mengejar kesempurnaan.
Super Ego adalah untuk menentang baik Ego maupun Id dan membuat dunia menurut
konsepsi yang ideal. Demikianlah kepribadian menurut Freud, terdiri atas tiga
aspek. Dalam keadaan biasa ketiga sistem itu bekerja sama dengan diatur oleh
Ego, kepribadian berfungsi sebagai kesatuan.
3.. Teori
Psikoanalitik Erikson.
Eric Erikson mengembangkan teori psikososial sebagai pengembangan teori psikoanalisis
dari Freud. Di dalam teori psikososial disebutkan bahwa tahap perkembangan
individu selama siklus hidupnya, dibentuk oleh pengaruh sosial yang
berinteraksi dengan individu yang menjadi matang secara fisik dan psikologis.
Secara umum inti dari teorinya adalah :
1. Perkembangan emosional sejajar dengan pertumbuhan
fisik.
2. Adanya interaksi antara pertumbuhan fisik dan
perkembangan psikologis.
3. Adanya keteraturan yang sama antara pertumbuhan fisik
dan perkembangan psikologis.
4. Dalam menuju kedewasaan, perkembangan psikologis,
biologis, dan sosial akan menyatu.
5. Pada setiap saat anak adalah gabungan dari organisme,
ego, dan makhluk sosial.
6. Perkembangan manusia dari sejak lahir hingga akhir
hayat dibagi dalam 8 fase, dengan tugas-tugas perkembangan yang harus
diselesaikan pada setiap fase.
Prinsip –
prinsip pertumbuhan dan perkembangan :
1. Tumbang
manusia akna berjalan sesuai dengan yang diprediksikan, berkelanjutan dan
berurutan.
2. Tumbang
neuromuskular mengikuti / sesuai dengan pola cephalo-caudal atau proximodistal
3. Setiap
perkembangan terkini adalah diyakini sebagai tanda telah selesainya tugas
perkembangan yang sebelumnya, dan sebagai dasar untuk mengembangankan keahlian
baru.
4. Tumbang
mungkin untuk sementara akan gagal atau menurun selama periode kritis.
5. Pola
tumbang setiap individu berbeda tergantung genetik. Lingkungan yang
mempengaruhi selama masa kritis
Teori perkembangan yang dikemukakan Erik Erikson merupakan salah satu teori
yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Erik erikson menyimpulkan bahwa
perkembangan anak itu mengalami delapan tahap dan setiap tahapnya menawarkan
potensi kemajuan dan potensi kemunduran ( Human Development;1978).
Teori Erikson dikatakan juga sebagai salah satu teori yang sangat selektif
karena didasarkan pada tiga alasan. Alasan yang pertama, karena teorinya sangat
representatif dikarenakan memiliki kaitan atau hubungan dengan ego yang
merupakan salah satu aspek yang mendekati kepribadian manusia. Kedua,
menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap tahap
perkembangan dalam lingkaran kehidupan, dan yang ketiga/terakhir adalah
menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan pengertian
klinik dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan kekuatan/kemajuan
dalam perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan.
Melalui teorinya Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari
mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna
memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman
modern seperti ini. Oleh karena itu, teori Erikson banyak digunakan untuk
menjelaskan kasus atau hasil penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan,
baik anak, dewasa, maupun lansia.
Delapan tahap/fase perkembangan menurut Erikson memiliki ciri utama setiap
tahapnya adalah di satu pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat
sosial, yang berjalan melalui krisis diantara dua polaritas.
Kedelapan tahapan perkembangan kepribadian dapat
digambarkan dalam tabel berikut ini :
1. Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)
Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust-mistrust.
Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai
orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi
orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu
kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia
bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda
asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi
tersebut seringkali bayi menangis.
2. Otonomi vs Perasaan Malu dan
Ragu-ragu
Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya
kecenderungan autonomy-shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas
tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan,
bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di
pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat,
sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.
3. Inisiatif vs Kesalahan
Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative-guilty.
Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan
kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi
karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami
kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan
bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.
4. Kerajinan vs Inferioritas
Masa Sekolah (School Age) ditandai adanya kecenderungan industry-inferiority.
Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak
sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk
mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak
lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya
kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.
5. Identitas vs Kekacauan Identitas
Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada saat masa
puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Masa Remaja (adolescence)
ditandai adanya kecenderungan identity-Identity Confusion. Sebagai
persiapan ke arah kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan
kecakapan-kecakapan yang dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan
memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan
membentuk dan memperlihatkan identitasdiri ini, pada para remaja sering sekali
sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh
lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan. Dorongan pembentukan
identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia kawan
dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara kelompok sebaya
mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh terhadap
peran yang diberikan kepada masing-masing anggota.
6. Keintiman vs Isolasi
Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap individu akan
memasuki jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar
20-30 tahun. Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya
kecenderungan intimacy-isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu
memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan
kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan
yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini
timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang
tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
7. Generativitas vs Stagnasi
Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh
orang-orang yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. Masa Dewasa (Adulthood)
ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation. Sesuai dengan
namanya masa dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari
perkembangan segala kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup
banyak, sehingga perkembangan individu sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan
kecakapan individu sangat luas, tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala
macam ilmu dan kecakapan, sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas.
Untuk mengerjakan atau mencapai hal– hal tertentu ia mengalami hambatan.
8. Integritas vs Keputusasaan
Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang diduduki
oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Masa hari tua (Senescence)
ditandai adanya kecenderungan ego integrity-despair. Pada masa ini
individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah
dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan
di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia masih
memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena
faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam
situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih
ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan dorongan
tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya.
4.. Teori
Perkembangan Belajar Sosial.
Teori belajar sosial dikembangkan oleh bandura, yang menyatakan bahwa orang
belajar dari satu sama lain, melalui pengamatan, peniruan, dan modeling.
Kemudian akan diterapkan/ditiru. Penerapan akan diulangi jika mendapat
penghargaan. Dan tidak akan diulangi jika mendapat hukuman. Teori pembelajaran
sosial menekankan pada:
1. Observational Learning (belajar dari hasil pengamatan) atau modeling. Yaitu belajar dengan menggunakan model atau secara langsung.
2. Self-regulation (regulasi diri). Yaitu pengaturan diri, dengan cara mengontrol tingkah laku kita sendiri.
3.
Self-efficacy (Efikasi diri) Efikasi diri adalah sejauh mana kita mampu
mencapai sesuatu. Efikasi diri tumbuh dari keberhasilan-keberhasilan yang
pernah dilakukan.
4.
Reciprocal Determinism (Faktor-faktor Hubungan Timbal Balik) Kepribadian dianggap
sebagai interaksi antara tiga komponen, yaitu: lingkungan, perilaku, dan proses
psikologis seseorang.
5. Vicarious
Reinforcement Vicarious reinforcement yaitu menandai ketika pengamat
meningkatkan perilaku terhadap sesuatu yang pernah ia lihat dari orang lain.
Akibat positif pengamatan yaitu bisa membantu memperbaiki perilaku yang kurang
baik.
5.. Teori
Pemprosesan Informasi.
Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang
menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan dari tak (Slavin, 2000: 175). Teori ini menjelaskan bagaimana
seseorang memperoleh sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu yang
cukup lama. Oleh karena itu perlu menerapkan suatu strategi belajar tertentu
yang dapat memudahkan semua informasi diproses di dalam otak melalui beberapa
indera.
Komponen pertama dari sistem memori yang dijumpai oleh informasi yang
masuk adalah registrasi penginderaan. Registrasi penginderaan menerima sejumlah besar informasi dari indera dan menyimpannya dalam waktu yang sangat singkat, tidak lebih dari dua detik. Bila tidak terjadi suatu proses terhadap informasi yang disimpan dalam register penginderaan, maka dengan cepat informasi itu akan hilang.
masuk adalah registrasi penginderaan. Registrasi penginderaan menerima sejumlah besar informasi dari indera dan menyimpannya dalam waktu yang sangat singkat, tidak lebih dari dua detik. Bila tidak terjadi suatu proses terhadap informasi yang disimpan dalam register penginderaan, maka dengan cepat informasi itu akan hilang.
Keberadaan register penginderaan mempunyai dua implikasi penting dalam
pendidikan. Pertama, orang harus menaruh perhatian pada suatu informasi bila
informasi itu harus diingat. Kedua, seseorang memerlukan waktu untuk membawa
semua informasi yang dilihat dalam waktu singkat masuk ke dalam kesadaran,
(Slavin, 2000: 176).
Interpretasi seseorang terhadap rangsangan dikatakan sebagai persepsi. Persepsi
dari stimulus tidak langsung seperti penerimaan stimulus, karena persepsi
dipengaruhi status mental, pengalaman masa lalu, pengetahuan, motivasi, dan
banyak faktor lain.
Informasi yang dipersepsi seseorang dan mendapat perhatian, akan ditransfer ke
komponen kedua dari sistem memori, yaitu memori jangka pendek. Memori jangka
pendek adalah sistem penyimpanan informasi dalam jumlah terbatas hanya dalam
beberapa detik. Satu cara untuk menyimpan informasi dalam memori jangka pendek
adalah memikirkan tentang informasi itu atau mengungkapkannya berkali-kali.
Guru mengalokasikan waktu untuk pengulangan selama mengajar.
Memori jangka panjang merupakan bagian dari sistem memori tempat menyimpan
informasi untuk periode panjang. Tulving (1993) dalam (Slavin, 2000: 181)
membagi memori jangka panjang menjadi tiga bagian, yaitu memori episodik, yaitu
bagian memori jangka panjang yang menyimpan gambaran dari pengalaman-pangalaman
pribadi kita, memori semantik, yaitu suatu bagian dari memori jangka panjang
yang menyimpan fakta dan pengetahuan umum, dan memori prosedural adalah memori
yang menyimpan informasi tentang bagaimana melakukan sesuatu.
6.. Teori
Perkembangan Perseptual Gibson.
Dalam psikologi Gibsonian, konsep eksplorasi sebagai aspek penting dari
persepsi. Gibson menyamakan persepsi terhadap aktivitas, atau keterampilan
aktif yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang lingkungan. Gibson
mengatakan bahwa persepsi aktif, bukan pasif. Dalam hal ini eksplorasi, tidak
hanya menerima eksplorasi gerakan mata, kepala, dan bahkan eksplorasi lokomotor
dalam pemikiran mungkin sekitar semua sebagai sebuah pencarian untuk informasi lebih
lanjut.
Secara tradisional, persepsi telah dianalisis dalam hal versus proksimal rangsangan distal. Artinya, foton distal merangsang fotoreseptor retina
proksimal, pikiran menafsirkan informasi ini. Kerangka alternatif yang
diusulkan Gibson berusaha untuk menganalisis stimulus yang merangsang organisme,
bukan retina. Dengan demikian, psikologi Gibsonian berusaha untuk menjelaskan
persepsi dalam hal suatu organisme aktif menjelajahi lingkungan dan mendapatkan
informasi tentang kata lingkungan untuk tujuan evolusi, sebagai lawan menjadi
responden pasif hanya terhadap rangsangan fisik memukul retina.
Lingkungan terdiri dari semacam reservoir stimulus mungkin bagi kedua persepsi
dan tindakan, cahaya, panas, suara, gravitasi, dan kontak potensial dengan
benda-benda yang mengelilingi individu lautan energi telah variabel pola dan
urutan yang dapat didaftarkan oleh organ akal. Gibson mengusulkan bahwa
perbedaan mendasar tidak antara tingkat yang berbeda atau bentuk stimulus dalam
persepsi, melainkan antara mode aktivitas perilaku sukarela / persepsi versus
stimulasi memaksakan.
Perbedaan berada di bekas rangsangan diperoleh oleh organisme aktif pada
tingkat fungsional. Gibson yakin bahwa persepsi adalah cara dimana pengamat
tetap berhubungan dengan hal-hal berharga sekitar mereka sehingga menyebabkan
penolakan, bukan hanya dari behaviorisme, tetapi teori penyebab persepsi juga.
Dia datang untuk mempertimbangkan persepsi kegiatan individu termotivasi, bukan
hasil dari sebab-sebab fisik menimpa tubuh yang di dalamnya pikiran terjebak.
Berikut
ini akan dijelaskan perkembangan persepsi menurut Gibson, yaitu :
A. The perception of the Visual World (Persepsi awal tentang Dunia Visual)
Persepsi ini menjelaskan tentang ide persepsi langsung dari lingkungan di
sekitar kita. Gibson menentang respon psikologi ini, pertama-tama dengan
menggunakan metodologi penelitian dualisme, dan kedua, dengan mengedalilkan
kerangka teoritis untuk hasil penelitiannya. Dalam karya klasiknya, Persepsi
Dunia Visual (1950), ia menolak teori behaviorisme dan pendekatan klasik
dan orang lain yaitu persepsi untuk melihat berdasarkan karya eksperimental
teorinya memelopori gagasan bahwa sampel pengamat informasi dari dunia visual
luar menggunakan sistem perseptual aktif bukan pasif, dan menerima masukan melalui
mereka indera dan kemudian memproses input ini untuk mendapatkan sebuah
konstruksi dunia. Bagi Gibson, dunia itu berisi invarian informasi yang dapat
diakses secara langsung ke sistem persepsi manusia dan hewan yang menyesuaikan
diri untuk mengambil informasi ini melalui persepsi langsung.
Dalam hal persepsi visual, beberapa orang benar-benar dapat melihat perubahan
persepsi dalam mata batin mereka. The esemplastic alam
telah ditunjukkan oleh percobaan sebuah gambar ambigu memiliki beberapa interpretasi pada
tingkat persepsi. Salah satu objek dapat menimbulkan banyak persepsi. Masalah
ini berasal dari kenyataan bahwa manusia tidak dapat memahami informasi baru, tanpa kebiasaan yang melekat
pada pengetahuan mereka sebelumnya. Dengan
pengetahuan seseorang dapat menciptakan realitas atau kebenaran, karena manusia hanya dapat memikirkan hal yang
telah terbuka.
Ketika melihat obyek tanpa pemahaman, pikiran akan mencoba untuk
meraih sesuatu yang sudah dilihatnya. Hal itu paling erat hubungannya dengan
pengalaman asing dari masa lalu kita, membentuk apa yang kita lihat, ketika
kita melihat hal-hal yang tidak kita pahami. Ambiguitas persepsi tidak terbatas
pada visi. Sebagai contoh, baru-baru ini menyentuh
persepsi penelitian
Robles De La Torre & Hayward 2001 menemukan bahwa kinesthesia berdasarkan persepsi haptic sangat bergantung pada kekuatan
alami selama sentuh. Teori
kognitif persepsi
menganggap ada kemiskinan stimulus. Dengan mengacu pada persepsi
klaim, sensasi datang dengan sendirinya, tidak
mampu memberikan deskripsi yang unik di dunia. Sensasi membutuhkan peran model
mental dari seseorang.
B. The Senses Considered as Perceptual System (Indra yang dianggap sebagai Sistem
perceptual)
Persepsi isi menyajikan jenis yang ada di lingkungan sebagai asal persepsi.
Selama seperempat abad ini, Gibson memuat tulisan yang signifikan banyak bersama
dengan istrinya, Eleanor J. Gibson. Mereka menolak penjelasan persepsi melalui
Behavioristik asumsi bahwa asosiasi stimulusrespons account untuk semua bentuk
pembelajaran, termasuk pembelajaran persepsi. Mereka berpendapat bahwa belajar
adalah persepsi yang melihat lebih banyak kualitas untuk membedakan stimulus di
lingkungan, bahwa pandangan itu adalah akuisisi baru, lebih berbeda, ada
tanggapan yang berkaitan dengan stimulus.
Gibson mempelajari persepsi yang terdiri dari 2 variabel, yaitu menanggapi
rangsangan fisik yang sebelumnya tidak menanggapi. Serta belajar yang
seharusnya selalu menjadi bahan perbaikan untuk berhubungan dekat dengan
lingkungan. Gibson menyajikan teori persepsinya dalam The Senses Considered
as Perceptual System (1966). Hal ini dimulai dengan seluruh organisme yang
perseptor, ia dimulai dengan lingkungan yang akan dirasakan. Jadi, munculnya
pertanyaan-pertanyaan tidak karena perseptor construct dunia dari input sesorik
dan pengalaman masa lalu, melainkan informasi apa yang langsung tersedia di
lingkungan ketika seseorang atau hewan berinteraksi dengannya.
Gibson menyarankan bahwa sistem persepsi yang peka terhadap invariants dan
variabel dalam lingkungan secara aktif mencari melalui interaksi. Bagi Gibson,
lingkungan berisi informasi yang obyektif, yang memungkinkan pengakuan atas
sifat permukaan, benda. Kritis dengan model Gibson adalah persepsi yang
merupakan proses aktif, melibatkan gerakan. Invariants inilah yang memungkinkan
pengamat untuk melihat lingkungan dan objek di dalamnya, dan invariants ini
adalah bagian dari lingkungan sehingga persepsi tidak hanya secara langsung
tetapi pandangan dunia yang akurat.
Gibson menolak pendekatan tradisional yang secara alami, melainkan bahwa obyek
persepsi dalam diri berarti makna tambahan melalui proses mental yang lebih
tinggi seperti kognisi atau memori. Pendekatan Gibson sangat berbeda. Ia
berargumen bahwa makna eksternal untuk perseptor terletak pada apa yang diamati
oleh lingkungan.
C. The Ecological Approach to Visual Perception (Pendekatan ekologis
untuk Visual Persepsi)
Selama beberapa tahun terakhir, banyak peneliti perkembangan perseptual pada
bayi yang dituntun oleh pandangan ekologi dari Eleanor dan James J. Gibson.
Persepsi ini mencerminkan perkembangan pemikiran dan penekanan pada makna
melalui interaksi antara persepsi dan tindakan, affordances lingkungan hidup.
Gibson menggunakan pendekatan ekologi untuk persepsi, yang didasarkan pada
interaksi antara pengamat dan lingkungan. Beliau menciptakan istilah affordance
yang berarti kemungkinan interaktif dari suatu obyek atau lingkungan tertentu.
Konsep ini telah banyak memberikan pengaruh dalam bidang desain dan ergonomis,
serta bekerja dalam konteks interaksi antar manusia-mesin.
Gibson mengatakan bahwa kita tidak harus mengambil sebagian data dari sensasi
dan membuat gambaran dalam pikiran kita. Untuk sistem perseptual kita dapat
memilih dari informasi yang banyak disediakan oleh lingkungan. Menurut
pandangan ekologi Gibson, kita secara langsung mempersepsikan informasi yang
ada di dunia sekitar kita. Persepsi membuat kita memiliki hubungan dengan
lingkungan untuk berinteraksi dan beradaptasi terhadap lingkungan tersebut.
Persepsi dibuat untuk tindakan. Persepsi memberi orang informasi tentang cara
atau tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh seseorang dalam kehidupannya.
Persepsi ekologi pendekatan James J. Gibson menolak asumsi kemiskinan
stimulus dengan
menolak gagasan bahwa persepsi berbasis sensasi. Ia menyelidiki informasi apa
yang sebenarnya disajikan kepada sistem persepsi. Dia dan para psikolog yang
bekerja di dalam memikirkan bagaimana dunia bisa ditetapkan mengeksplorasi melalui
proyeksi yang sah dari informasi tentang dunia. Spesifikasi merupakan pemetaan
1:1 dari beberapa aspek dunia ke dalam persepsi diberikan seperti pemetaan,
pengayaan tidak diperlukan dan persepsi adalah persepsi
langsung.
Salah satu eksperimen psikologi klasik menunjukkan waktu reaksi jawaban lebih
lambat dan kurang akurat ketika setumpuk kartu
bermain dibalik
warna sesuai simbol untuk beberapa kartu
(misalnya sekop merah dan hati hitam). Terdapat juga bukti bahwa otak dalam
beberapa hal beroperasi pada sedikit keterlambatan, untuk memungkinkan
impuls saraf dari bagian tubuh yang jauh yang akan diintegrasikan ke dalam
sinyal simultan.
Pemahaman ekologi persepsi yang berasal dari Gibson karya awal adalah persepsi in
action, pengertian bahwa persepsi adalah properti syarat tindakan bernyawa.
Tanpa persepsi tindakan akan berjalan, dan tanpa persepsi tindakan tidak akan
bermanfaat. Animasi tindakan membutuhkan baik persepsi dan gerak, dan persepsi
dan gerakan dapat digambarkan sebagai dua sisi mata uang yang sama, koin adalah
tindakan. Gibson bekerja dari asumsi tersebut, bahwa entitas tunggal, yang ia
sebut invarian, sudah ada di dunia nyata dan bahwa semua proses persepsi
ini adalah untuk rumah di atas mereka.
Pandangan yang dikenal sebagai konstruktivisme (yang dimiliki oleh filsuf seperti Ernst von Glasersfeld ) menganggap penyesuaian
terus-menerus persepsi dan tindakan untuk input eksternal sebagai tepat apa
merupakan entitas, yang karenanya jauh dari invarian sedang. Glasersfeld
menganggap sebuah invarian sebagai target yang harus ada dan kebutuhan
pragmatis untuk memungkinkan suatu langkah awal pemahaman akan didirikan
sebelum memperbarui bahwa pernyataan bertujuan untuk mencapai invarian tidak
dan tidak perlu mewakili aktualitas. Teori konstruksionis sosial sehingga
memungkinkan untuk penyesuaian evolusi yg diperlukan.
7.. Teori
Perkembangan Perseptual Vygotsky
Teori Vygotsky menentang gagasan-gagasan Piaget tentang bahasa dan pemikiran.
Vygotsky menyatakan bahwa bahasa, bahkan dalam bentuknya yang paling awal,
adalah berbasis sosial, sementara Piaget menekankan pada percakapan anak-anak
yang bersifar egosentris dan berorientasi nonsosial. Anak-anak berbicara kepada
diri mereka untuk mengatur perilakunya dan untuk mengarahkan diri mereka.
Sebaliknya, Piaget menekankan bahwa percakapan anak kecil yang egosentris
mencerminkan ketidakmatangan sosial dan kognitif mereka.
Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa konsep
melalui pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih
maju dan berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan
mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang lain.
Selain teori Vygotsky diatas, Vygotsky juga mempuyai teori yang lain yaitu
tentang “scaffolding”. Scaffolding adalah memberikan bantuan yang besar kepada
seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi
bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut untuk
mengerjakan pekerjaannya sendiri dan mengambil alih tanggung jawab pekerjaan
itu. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan
menguraikan masalah kedalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
Vygotsky
menjabarkan implikasi utama teori pembelajarannya yaitu:
1.
Menghendaki setting kelas kooperaif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi
dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan
masalah yang efekif dalam masng-masing zone of proximal development mereka.
2.
Pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran dalam menekankan scaffolding. Jadi teori
belajar vigotsky adalah salah satu teori belajar sosial sehingga sangat sesuai
dengan model pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif
terjadi interaktif social yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara
siswa dengan guru dalam usaha menemukan konsep-konsep danpemecahan masalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar