welcome

welcome

Selasa, 09 Juni 2015

Teori perkembangan dan pertumbuhan peserta didik



Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan
Di dalam seluruh jangka kehidupan manusia, semenjak dalam kandungan sampai meninggal di dalamnya terjadi perubahan-perubahan baik fisik maupun psikis. Perubahan-perubahan tersebut terjadi karena pertumbuhan dan perkembangan dalam dirinya.
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua istilah yang senantiasa digunakan secara bergantian. Keduanya tidak bisa dipisah-pisah, akan tetapi saling bergantung satu dengan lainnya bahkan bisa dibedakan untuk maksud lebih memperjelas penggunaannya.
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah ) yang herediter dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.
Perkembangan adalah  serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman(E.B hurloch), bekerja dalam suatu proses perubahan yang berkenaan dengan aspek-aspek fisik dan psikhis atau perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu mulai dari massa konsepsi sampai mati
Hasil pertumbuhan antara lain bertambahnya ukuran kuantitatif badan anak, seperti berat, panjang, dan kekuatannya. Begitu pula pertumbuhan akan mencakup perubahan yang semakin sempurna pada sistem jaringan saraf dan perubahan-perubahan struktur jasmani lainnya. Dengan demikian, pertumbuhan dapat diartikan sebagai proses perubahan dan pematangan fisik.
Pertumbuhan jasmani berakar pada organisme yang selalu berproses untuk menjadi besar. Pertumbuhan jasmaniah ini dapat diteliti dengan mengukur berat, panjang, dan lingkaran seperti lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, lingkar lengan dan lain-lain. Dalam pertumbuhannya, setiap bagian tubuh mempunyai perbedaan tempo kecepatan. Misalnya, pertumbuhan alat kelamin berlangsung paling lambat pada masa anak-anak tetapi mengalami percepatan pada masa pubertas. Sebaliknya, pertumbuhan susunan saraf pusat berlangsung pada akhir masa anak-anak dan berhenti pada masa pubertas. Perbedaan kecepatan masing-masing bagian tubuh mengakibatkan adanya perbedaan keseluruhan proporsi tubuh dan juga menimbukan perbedaan dalam fungsinya.


Teori Perkembangan dan pertumbuhan peserta didik :

1.. Teori Perkembangan Kognitif Plaget.
       Piaget adalah seorang tokoh  psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pemikiran para pakar kognitif lainnya.  Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf.  Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya.
     Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif didalam struktur kognitifnya.  Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif.  Ia menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan metal anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
      Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangannya sesuai dengan umurnya.  Pola dan tahap-tahap ini bersifat hirarkhis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya.  Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat, yaitu :
a.       Tahap sensorimotor (umur 0 - 2 tahun)
      Tahap Sensorimotor menurut Piaget dimulai sejak umur 0 sampai 2 tahun.
Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana.  Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi langkah.  Kemampuan yang dimiliki antara lain :
1.      Melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan objek di sekitarnya.
2.      Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara.
3.      Suka memperhatikan sesuat lebih lama.
4.      Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya.
5.      Memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.

b.      Tahap preoperasional (umur 2 - 7/8 tahun)
      Piaget mengatakan tahap ini antara usia 2 - 7/8 tahun. Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan symbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu preoperasional dan intuitif.
       Preoperasional (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsep nya, walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi kesalahan dalam memahami objek. Karakteristik tahap ini adalah:
1.      Self counter nya sangat menonjol.
2.      Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan mencolok.
3.      Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria, termasuk kriteria yang benar.
4.      Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat menjelaskan perbedaan antara deretan.

c.       Tahap operasional konkret (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun)
      Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan.  Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret.  Operation adalah suatu tipe tindakan untuk memanipulasi objek atau gambaran yang ada di dalam dirinya.  Karenanya kegiatan ini memerlukan proses transformasi informasi ke dalam dirinya sehingga tindakannya lebih efektif.  Anak sudah tidak perlu coba-coba dan membuat kesalahan, karena anak sudah dapat berpikir dengan menggunakan model "kemungkinan" dalam melakukan kegiatan tertentu.  Ia dapat menggunakan hasil yang telah dicapai sebelumnya.  Anak mampu menangani sistem klasifikasi.

       Sungguhpun anak telah dapat melakukan pengklasifikasian, pengelompokan dan pengaturan masalah (ordering problems) ia tidak sepenuhnya menyadari adanya prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya.  Namun taraf berpikirnya sudah dapat dikatakan maju.  Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.  Untuk menghindari keterbatasan berpikir anak perlu diberi gambaran konkret, sehingga ia mampu menelaah persoalan.  Sungguhpun demikian anak usia 7-12 tahun masih memiliki masalah mengenai berpikir abstrak.

d.      Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun)
      Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan  menggunakan pola berpikir "kemungkinan".  Model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-dedutive dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa.  Pada tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat :
Bekerja secara efektif dan sistematis.
     Menganalisis secara kombinasi.  Dengan demikian telah diberikan dua kemungkinan penyebabnya, C1 dan C2 menghasilkan R, anak  dapat merumuskan beberapa kemungkinan.
Berpikir secara proporsional, yakni menentukan macam-macam proporsional tentang C1, C2 dan R misalnya.
       Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi.  Pada tahap ini mula-mula Piaget percaya bahwa sebagian remaja mencapai formal operations paling lambat pada usia 15 tahun.  Tetapi berdasarkan penelitian maupun studi selanjutnya menemukan bahwa banyak siswa bahkan mahasiswa walaupun usianya telah melampaui, belum dapat melakukan formal operation.
       Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensorimotor tentu akan berbeda dengan proses belajar yang dialami oleh seorang anak pada tahap preoperasional, dan akan berbeda pula dengan mereka yang sudah berada pada tahap operasional konkret, bahkan dengan mereka yang sudah berada pada tahap operasional formal.  Secara umum, semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya.  Guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif pada muridnya agar dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajarannya sesuai dengan tahap-tahap tersebut.  Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan tidak sesuai dengan kemampuan dan karakteristik siswa tidak akan ada maknanya bagi siswa.

2.. Teori Psikonalitik Freud.
     Teori Freud mengenai kepribadian dapat diiktisarkan dalam rangka struktur, dinamika dan perkembangan kepribadian.
Menurut Freud kepribadian terdiri atas tiga sistem atau aspek, yaitu:
1.      Id yaitu aspek biologis,
2.      Ego yaitu aspek psikologis,
3.      Super ego yaitu aspek sosiologis.
      Ketiga aspek itu masing-masing mempunyai fungsi, komponen, sifat, prinsip kerja, dinamika sendiri-sendiri, mamun ketiganya berhubungan ddengan rapatnya sehingga tidak mungkin memisahkan pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia, tingkah laku selalu merupahan hasil kerjasama dari ketiga aspek itu.
1.      Id
     Aspek ini adalah aspek biologis dan merupakan sistem yang original di dalam kepribadian,  aspek inilah aspek yang lainnya tumbuh, Freud menyebutnya juga realitas psikis yang sebenar-benarnya (“The True Psychic Reality”), oleh karena Id merupakan dunia batin manusia atau subyektif, dan tidak mempunyai hubungan langsung dengan dunia obyektif. Id berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir (unsur biologis), termasuk instink, dan Id merupakan “reservior” energi psikis yang menggerakkan Ego dan Super Ego. Energi psikis di dalam Id itu dapat meningkat oleh karena perangsang, baik perangsang dari luar maupun perangsang dari dalam. Apabila energi meningkat, yang berarti ada tegangan, segeralah Id mereduksikan energi itu untuk menghilangkan rasa tidak enak itu. Menjadi pedoman dalam berfungsinya Id ialah menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar keenakan, pedoman ini disebut “Prinsip Kenikmatan” atau “Prinsip Keenekan” (Lust Prinzip, the Pleasurre Principle). Untuk menghilangkan ketidakenakan dan mencapai kenikmatan iti Id mempunyai dua cara (alat proses), yaitu:
(a)    Refleks dan reaksi-reaksi otomatis, seperti bersin, berkedip, dan sebagainya;
(b)   Proses primer (Primair Vorgang),misalnya orang lapar membayangkan makanan
     Akan tetapi jelas bahwa cara “ada” yang demikian itu tidak memenuhi kebutuhan, orang yang lapar tidak akan menjadi kenyang dengan membayangkan makanan. Karena itu maka perlulah adanya sistem lain yang menghubungkan pribadi dengan dunia objektif.
2.      Ego
      Aspek ini adalah aspek psikologis daripada kepribadian dan timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan (Realitat). Orang lapar mesi perlu makan untuk menghilangkan tegangan yang ada dalam dirinya, ini berarti bahwa organisme harus dapat membedakan antara khayalan tentang dan kenyataan tentang makanan. Disinilah letak perbedaan antara Id dan Ego, yaitu kalau Id hanya mengenal dunia batin maka Ego dapat membedakan suatu yang hanya ada dalam batin dan sesuatu yang ada di dunia luar.
      Dalam fungsinya Ego berpegang pada “Prinsip Kenyataan” atau “Prinsip Realitas” (Realitatsprinzip, the reality principle) tujuannya ialah mencari objek yang tepat (serasi)untuk mereduksikan tegangan yang timbul dalam organisme dan beraksi dengan sekunder (Sekundar Vorgang, secondary process) adalah proses berfikir realistis, dengan mempergunakan proses sekunder Id merumuskan suatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan mengujinya (biasanya dengan sesuatu tindakan) untuk mengetahui apakah rrencana itu berhasil atau tidak. Misal: orang lapar merencanakan dimana dia dapat makan, lalu pergi ketempat tersebut untuk mengetahui apakah rencana tersebut berhasil (cocok dengan realitas) atau tidak. Perbuatan ini secara teknis disebut Reality Testing.
      Ego dapat pula dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian, oleh karena Ego ini mengontrol jalan-jalan yang ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan yang dapat dipenuhi serta cara-cara memenuhinya, serta memilih obyek-obyek yang dapat memenuhi kebutuhan, dalam menjalankan fungsi ini seringkali Ego harus mempersatukan pertentangan-pertentangan antara Id dan Super Egodan dunia luar. Namun harus selalu diingat, bahwa Ego adalah drivat dari Id dan bukan untuk merintanginya, peran utamanya ialah menjadi perantara antara kebutuhan-kebutuhan instinktif dengan keadaan lingkungan, demi kepentingan adanya organisme.


3.      Super Ego
      Adalah aspek sosiologi kepribadian, wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan oran tua kepada anaknya. Yang diajarkan dengan berbagai perintah dan larangan. Super Ego merupakan kesempurnaan daripada kesenangan, karena Super Ego dapat dianggap sebagai aspek moral kepribadian. Fungsi pokoknya ialah menentukan apakah sesuatu benar atau salah, pantas atau tidak, denagn demikian pribadi dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat.
      Super Ego diinternalisasikan dalam perkembangan anak sebagai response terhadap hadiah dan hukuman yang diberikan oleh oran tua). Dengan maksud mendapatkan hadiah dan menghindari hukuman anak mengatur tingkah lakunya sesuai dengan garis-garis yang dikehendaki oleh orang tuanya. Apaun juga yang dikatakan sebagai tidak baik dan bersifat menghukum akan cenderung untuk menjadi “Conscentia” anak, apapun juga yang disetujui dan membawa hadiah cenderung untuk menjadi Ego Ideal anak. Mekanisme yang menyatukan sistem tersebut kepada pribadi disebut Introjeksi.  Super Ego berisi dua hal yaitu Conscentia adalah menghukum anak dengan memberikan rasa dosa dan Id Ideal adalah menghadiahi orang dengan rasa bangga akan dirinya. Terbentuknya Super Ego ini maka kontrol terhadap tingkah laku yang dulunya dilakukan oleh oran tuanya menjadi dilakukan oleh dirinya sendiri, moral yang dulunya heteronom lalu menjadi otonom.
Fungsi pokok Super Ego itu dapat dilihat dapal hubungan dengan ketiga aspek kepribadian yaitu:
(a)    Merintangi impuls-impuls Id, terutama impuls seksual dan agresif yang pernyataannya sangat ditentang oleh masyarakat;
(b)   Mendorong Ego untuk lebih mengerjar hal-hal yang moralistis daripada realistis;
(c)    Mengejar kesempurnaan.
     Super Ego adalah untuk menentang baik Ego maupun Id dan membuat dunia menurut konsepsi yang ideal. Demikianlah kepribadian menurut Freud, terdiri atas tiga aspek. Dalam keadaan biasa ketiga sistem itu bekerja sama dengan diatur oleh Ego, kepribadian berfungsi sebagai kesatuan.

3.. Teori Psikoanalitik Erikson.
      Eric Erikson mengembangkan teori psikososial sebagai pengembangan teori psikoanalisis dari Freud. Di dalam teori psikososial disebutkan bahwa tahap perkembangan individu selama siklus hidupnya, dibentuk oleh pengaruh sosial yang berinteraksi dengan individu yang menjadi matang secara fisik dan psikologis. Secara umum inti dari teorinya adalah :
1.      Perkembangan emosional sejajar dengan pertumbuhan fisik.
2.      Adanya interaksi antara pertumbuhan fisik dan perkembangan psikologis.
3.      Adanya keteraturan yang sama antara pertumbuhan fisik dan perkembangan psikologis.
4.      Dalam menuju kedewasaan, perkembangan psikologis, biologis, dan sosial akan menyatu.
5.      Pada setiap saat anak adalah gabungan dari organisme, ego, dan makhluk sosial.
6.      Perkembangan manusia dari sejak lahir hingga akhir hayat dibagi dalam 8 fase, dengan tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan pada setiap fase.
Prinsip – prinsip pertumbuhan dan perkembangan :
1. Tumbang manusia akna berjalan sesuai dengan yang diprediksikan, berkelanjutan dan berurutan.
2. Tumbang neuromuskular mengikuti / sesuai dengan pola cephalo-caudal atau proximodistal
3. Setiap perkembangan terkini adalah diyakini sebagai tanda telah selesainya tugas perkembangan yang sebelumnya, dan sebagai dasar untuk mengembangankan keahlian baru.
4. Tumbang mungkin untuk sementara akan gagal atau menurun selama periode kritis.
5. Pola tumbang setiap individu berbeda tergantung genetik. Lingkungan yang mempengaruhi selama masa kritis
     Teori perkembangan yang dikemukakan Erik Erikson merupakan salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Erik erikson menyimpulkan bahwa perkembangan anak itu mengalami delapan tahap dan setiap tahapnya menawarkan potensi kemajuan dan potensi kemunduran ( Human Development;1978). 
     Teori Erikson dikatakan juga sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena didasarkan pada tiga alasan. Alasan yang pertama, karena teorinya sangat representatif dikarenakan memiliki kaitan atau hubungan dengan ego yang merupakan salah satu aspek yang mendekati kepribadian manusia. Kedua, menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap tahap perkembangan dalam lingkaran kehidupan, dan yang ketiga/terakhir adalah menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan kekuatan/kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan.
      Melalui teorinya Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman modern seperti ini. Oleh karena itu, teori Erikson banyak digunakan untuk menjelaskan kasus atau hasil penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan, baik anak, dewasa, maupun lansia.
      Delapan tahap/fase perkembangan menurut Erikson memiliki ciri utama setiap tahapnya adalah di satu pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat sosial, yang berjalan melalui krisis diantara dua polaritas.
Kedelapan tahapan perkembangan kepribadian dapat digambarkan dalam tabel berikut ini :
1.      Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)
     Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust-mistrust. Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali bayi menangis.
2.      Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu
     Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya kecenderungan autonomy-shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.
3.      Inisiatif vs Kesalahan
     Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative-guilty. Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.
4.      Kerajinan vs Inferioritas
    Masa Sekolah (School Age) ditandai adanya kecenderungan industry-inferiority. Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.
5.      Identitas vs Kekacauan Identitas
     Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada saat masa puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Masa Remaja (adolescence) ditandai adanya kecenderungan identity-Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitasdiri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan. Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara kelompok sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing anggota.
6.      Keintiman vs Isolasi
     Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap individu akan memasuki jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-30 tahun. Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya kecenderungan intimacy-isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
7.      Generativitas vs Stagnasi
     Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh orang-orang yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. Masa Dewasa (Adulthood) ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation. Sesuai dengan namanya masa dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga perkembangan individu sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu sangat luas, tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala macam ilmu dan kecakapan, sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk mengerjakan atau mencapai hal– hal tertentu ia mengalami hambatan.
8.      Integritas vs Keputusasaan
     Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang diduduki oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Masa hari tua (Senescence) ditandai adanya kecenderungan ego integrity-despair. Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya.

4.. Teori Perkembangan Belajar Sosial.
      Teori belajar sosial dikembangkan oleh bandura, yang menyatakan bahwa orang belajar dari satu sama lain, melalui pengamatan, peniruan, dan modeling. Kemudian akan diterapkan/ditiru. Penerapan akan diulangi jika mendapat penghargaan. Dan tidak akan diulangi jika mendapat hukuman. Teori pembelajaran sosial menekankan pada:

1. Observational Learning (belajar dari hasil pengamatan) atau modeling. Yaitu belajar dengan menggunakan model atau secara langsung.

2. Self-regulation (regulasi diri). Yaitu pengaturan diri, dengan cara mengontrol tingkah laku kita sendiri.
3. Self-efficacy (Efikasi diri) Efikasi diri adalah sejauh mana kita mampu mencapai sesuatu. Efikasi diri tumbuh dari keberhasilan-keberhasilan yang pernah dilakukan.
4. Reciprocal Determinism (Faktor-faktor Hubungan Timbal Balik) Kepribadian dianggap sebagai interaksi antara tiga komponen, yaitu: lingkungan, perilaku, dan proses psikologis seseorang.
5. Vicarious Reinforcement Vicarious reinforcement yaitu menandai ketika pengamat meningkatkan perilaku terhadap sesuatu yang pernah ia lihat dari orang lain. Akibat positif pengamatan yaitu bisa membantu memperbaiki perilaku yang kurang baik.

5.. Teori Pemprosesan Informasi.
      Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan dari tak (Slavin, 2000: 175). Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu perlu menerapkan suatu strategi belajar tertentu yang dapat memudahkan semua informasi diproses di dalam otak melalui beberapa indera.
       Komponen pertama dari sistem memori yang dijumpai oleh informasi yang
masuk adalah registrasi penginderaan. Registrasi penginderaan menerima sejumlah besar informasi dari indera dan menyimpannya dalam waktu yang sangat singkat, tidak lebih dari dua detik. Bila tidak terjadi suatu proses terhadap informasi yang disimpan dalam register penginderaan, maka dengan cepat informasi itu akan hilang.
       Keberadaan register penginderaan mempunyai dua implikasi penting dalam pendidikan. Pertama, orang harus menaruh perhatian pada suatu informasi bila informasi itu harus diingat. Kedua, seseorang memerlukan waktu untuk membawa semua informasi yang dilihat dalam waktu singkat masuk ke dalam kesadaran, (Slavin, 2000: 176).
       Interpretasi seseorang terhadap rangsangan dikatakan sebagai persepsi. Persepsi dari stimulus tidak langsung seperti penerimaan stimulus, karena persepsi dipengaruhi status mental, pengalaman masa lalu, pengetahuan, motivasi, dan banyak faktor lain.
       Informasi yang dipersepsi seseorang dan mendapat perhatian, akan ditransfer ke komponen kedua dari sistem memori, yaitu memori jangka pendek. Memori jangka pendek adalah sistem penyimpanan informasi dalam jumlah terbatas hanya dalam beberapa detik. Satu cara untuk menyimpan informasi dalam memori jangka pendek adalah memikirkan tentang informasi itu atau mengungkapkannya berkali-kali. Guru mengalokasikan waktu untuk pengulangan selama mengajar.
       Memori jangka panjang merupakan bagian dari sistem memori tempat menyimpan informasi untuk periode panjang. Tulving (1993) dalam (Slavin, 2000: 181) membagi memori jangka panjang menjadi tiga bagian, yaitu memori episodik, yaitu bagian memori jangka panjang yang menyimpan gambaran dari pengalaman-pangalaman pribadi kita, memori semantik, yaitu suatu bagian dari memori jangka panjang yang menyimpan fakta dan pengetahuan umum, dan memori prosedural adalah memori yang menyimpan informasi tentang bagaimana melakukan sesuatu.

6.. Teori Perkembangan Perseptual Gibson.
       Dalam psikologi Gibsonian, konsep eksplorasi sebagai aspek penting dari persepsi. Gibson menyamakan persepsi terhadap aktivitas, atau keterampilan aktif yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang lingkungan. Gibson mengatakan bahwa persepsi aktif, bukan pasif. Dalam hal ini eksplorasi, tidak hanya menerima eksplorasi gerakan mata, kepala, dan bahkan eksplorasi lokomotor dalam pemikiran mungkin sekitar semua sebagai sebuah pencarian untuk informasi lebih lanjut.
       Secara tradisional, persepsi telah dianalisis dalam hal versus proksimal rangsangan distal. Artinya, foton distal merangsang fotoreseptor retina proksimal, pikiran menafsirkan informasi ini. Kerangka alternatif yang diusulkan Gibson berusaha untuk menganalisis stimulus yang merangsang organisme, bukan retina. Dengan demikian, psikologi Gibsonian berusaha untuk menjelaskan persepsi dalam hal suatu organisme aktif menjelajahi lingkungan dan mendapatkan informasi tentang kata lingkungan untuk tujuan evolusi, sebagai lawan menjadi responden pasif hanya terhadap rangsangan fisik memukul retina.
        Lingkungan terdiri dari semacam reservoir stimulus mungkin bagi kedua persepsi dan tindakan, cahaya, panas, suara, gravitasi, dan kontak potensial dengan benda-benda yang mengelilingi individu lautan energi telah variabel pola dan urutan yang dapat didaftarkan oleh organ akal. Gibson mengusulkan bahwa perbedaan mendasar tidak antara tingkat yang berbeda atau bentuk stimulus dalam persepsi, melainkan antara mode aktivitas perilaku sukarela / persepsi versus stimulasi memaksakan.
        Perbedaan berada di bekas rangsangan diperoleh oleh organisme aktif pada tingkat fungsional. Gibson yakin bahwa persepsi adalah cara dimana pengamat tetap berhubungan dengan hal-hal berharga sekitar mereka sehingga menyebabkan penolakan, bukan hanya dari behaviorisme, tetapi teori penyebab persepsi juga. Dia datang untuk mempertimbangkan persepsi kegiatan individu termotivasi, bukan hasil dari sebab-sebab fisik menimpa tubuh yang di dalamnya pikiran terjebak.
 Berikut ini akan dijelaskan perkembangan persepsi menurut Gibson, yaitu :
A.     The perception of the Visual World (Persepsi awal tentang Dunia Visual)
        Persepsi ini menjelaskan tentang ide persepsi langsung dari lingkungan di sekitar kita. Gibson menentang respon psikologi ini, pertama-tama dengan menggunakan metodologi penelitian dualisme, dan kedua, dengan mengedalilkan kerangka teoritis untuk hasil penelitiannya. Dalam karya klasiknya, Persepsi Dunia Visual (1950), ia menolak teori behaviorisme dan pendekatan klasik dan orang lain yaitu persepsi untuk melihat berdasarkan karya eksperimental teorinya memelopori gagasan bahwa sampel pengamat informasi dari dunia visual luar menggunakan sistem perseptual aktif bukan pasif, dan menerima masukan melalui mereka indera dan kemudian memproses input ini untuk mendapatkan sebuah konstruksi dunia. Bagi Gibson, dunia itu berisi invarian informasi yang dapat diakses secara langsung ke sistem persepsi manusia dan hewan yang menyesuaikan diri untuk mengambil informasi ini melalui persepsi langsung.
        Dalam hal persepsi visual, beberapa orang benar-benar dapat melihat perubahan persepsi dalam mata batin mereka. The esemplastic alam telah ditunjukkan oleh percobaan sebuah gambar ambigu memiliki beberapa interpretasi pada tingkat persepsi. Salah satu objek dapat menimbulkan banyak persepsi. Masalah ini berasal dari kenyataan bahwa manusia tidak dapat memahami informasi baru, tanpa kebiasaan yang melekat pada pengetahuan mereka sebelumnya. Dengan pengetahuan seseorang dapat  menciptakan realitas atau kebenaran, karena manusia hanya dapat memikirkan hal yang telah terbuka.
        Ketika melihat obyek tanpa pemahaman, pikiran akan  mencoba untuk meraih sesuatu yang sudah dilihatnya. Hal itu paling erat hubungannya dengan pengalaman asing dari masa lalu kita, membentuk apa yang kita lihat, ketika kita melihat hal-hal yang tidak kita pahami. Ambiguitas persepsi tidak terbatas pada visi. Sebagai contoh, baru-baru ini menyentuh persepsi penelitian Robles De La Torre & Hayward 2001 menemukan bahwa kinesthesia berdasarkan persepsi haptic sangat bergantung pada kekuatan alami selama sentuh. Teori kognitif persepsi menganggap ada kemiskinan stimulus. Dengan mengacu pada persepsi klaim, sensasi datang dengan sendirinya, tidak mampu memberikan deskripsi yang unik di dunia. Sensasi membutuhkan peran model mental dari seseorang.

B.     The Senses Considered as Perceptual System (Indra yang dianggap sebagai Sistem perceptual)
         Persepsi isi menyajikan jenis yang ada di lingkungan sebagai asal persepsi. Selama seperempat abad ini, Gibson memuat tulisan yang signifikan banyak bersama dengan istrinya, Eleanor J. Gibson. Mereka menolak penjelasan persepsi melalui Behavioristik asumsi bahwa asosiasi stimulus­respons account untuk semua bentuk pembelajaran, termasuk pembelajaran persepsi. Mereka berpendapat bahwa belajar adalah persepsi yang melihat lebih banyak kualitas untuk membedakan stimulus di lingkungan, bahwa pandangan itu adalah akuisisi baru, lebih berbeda, ada tanggapan yang berkaitan dengan stimulus.
         Gibson mempelajari persepsi yang terdiri dari 2 variabel, yaitu menanggapi rangsangan fisik yang sebelumnya tidak menanggapi. Serta belajar yang seharusnya selalu menjadi bahan perbaikan untuk berhubungan dekat dengan lingkungan. Gibson menyajikan teori persepsinya dalam The Senses Considered as Perceptual System (1966). Hal ini dimulai dengan seluruh organisme yang perseptor, ia dimulai dengan lingkungan yang akan dirasakan. Jadi, munculnya pertanyaan-pertanyaan tidak karena perseptor construct dunia dari input sesorik dan pengalaman masa lalu, melainkan informasi apa yang langsung tersedia di lingkungan ketika seseorang atau hewan berinteraksi dengannya.
          Gibson menyarankan bahwa sistem persepsi yang peka terhadap invariants dan variabel dalam lingkungan secara aktif mencari melalui interaksi. Bagi Gibson, lingkungan berisi informasi yang obyektif, yang memungkinkan pengakuan atas sifat permukaan, benda. Kritis dengan model Gibson adalah persepsi yang merupakan proses aktif, melibatkan gerakan. Invariants inilah yang memungkinkan pengamat untuk melihat lingkungan dan objek di dalamnya, dan invariants ini adalah bagian dari lingkungan sehingga persepsi tidak hanya secara langsung tetapi pandangan dunia yang akurat.
          Gibson menolak pendekatan tradisional yang secara alami, melainkan bahwa obyek persepsi dalam diri berarti makna tambahan melalui proses mental yang lebih tinggi seperti kognisi atau memori. Pendekatan Gibson sangat berbeda. Ia berargumen bahwa makna eksternal untuk perseptor terletak pada apa yang diamati oleh  lingkungan.

C.     The Ecological Approach to Visual Perception (Pendekatan ekologis untuk Visual Persepsi)
         Selama beberapa tahun terakhir, banyak peneliti perkembangan perseptual pada bayi yang dituntun oleh pandangan ekologi dari Eleanor dan James J. Gibson. Persepsi ini mencerminkan perkembangan pemikiran dan penekanan pada makna melalui interaksi antara persepsi dan tindakan, affordances lingkungan hidup. Gibson menggunakan pendekatan ekologi untuk persepsi, yang didasarkan pada interaksi antara pengamat dan lingkungan. Beliau menciptakan istilah affordance yang berarti kemungkinan interaktif dari suatu obyek atau lingkungan tertentu. Konsep ini telah banyak memberikan pengaruh dalam bidang desain dan ergonomis, serta bekerja dalam konteks interaksi antar manusia-mesin.
        Gibson mengatakan bahwa kita tidak harus mengambil sebagian data dari sensasi dan membuat gambaran dalam pikiran kita. Untuk sistem perseptual kita dapat memilih dari informasi yang banyak disediakan oleh lingkungan. Menurut pandangan ekologi Gibson, kita secara langsung mempersepsikan informasi yang ada di dunia sekitar kita. Persepsi membuat kita memiliki hubungan dengan lingkungan untuk berinteraksi dan beradaptasi terhadap lingkungan tersebut. Persepsi dibuat untuk tindakan. Persepsi memberi orang informasi tentang cara atau tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh seseorang dalam kehidupannya.
         Persepsi ekologi pendekatan James J. Gibson menolak asumsi kemiskinan stimulus dengan menolak gagasan bahwa persepsi berbasis sensasi. Ia menyelidiki informasi apa yang sebenarnya disajikan kepada sistem persepsi. Dia dan para psikolog yang bekerja di dalam memikirkan bagaimana dunia bisa ditetapkan mengeksplorasi melalui proyeksi yang sah dari informasi tentang dunia. Spesifikasi merupakan pemetaan 1:1 dari beberapa aspek dunia ke dalam persepsi diberikan seperti pemetaan, pengayaan tidak diperlukan dan persepsi adalah persepsi langsung.
         Salah satu eksperimen psikologi klasik menunjukkan waktu reaksi jawaban lebih lambat dan kurang akurat ketika setumpuk kartu bermain dibalik warna sesuai simbol untuk beberapa kartu (misalnya sekop merah dan hati hitam). Terdapat juga bukti bahwa otak dalam beberapa hal beroperasi pada sedikit  keterlambatan, untuk memungkinkan impuls saraf dari bagian tubuh yang jauh yang akan diintegrasikan ke dalam sinyal simultan.
         Pemahaman ekologi persepsi yang berasal dari Gibson karya awal adalah persepsi in action, pengertian bahwa persepsi adalah properti syarat tindakan bernyawa. Tanpa persepsi tindakan akan berjalan, dan tanpa persepsi tindakan tidak akan bermanfaat. Animasi tindakan membutuhkan baik persepsi dan gerak, dan persepsi dan gerakan dapat digambarkan sebagai dua sisi mata uang yang sama, koin adalah tindakan. Gibson bekerja dari asumsi tersebut, bahwa entitas tunggal, yang ia sebut invarian, sudah ada di dunia nyata dan bahwa semua proses persepsi ini adalah untuk rumah di atas mereka.
         Pandangan yang dikenal sebagai konstruktivisme (yang dimiliki oleh filsuf seperti Ernst von Glasersfeld ) menganggap penyesuaian terus-menerus persepsi dan tindakan untuk input eksternal sebagai tepat apa merupakan entitas, yang karenanya jauh dari invarian sedang. Glasersfeld menganggap sebuah invarian sebagai target yang harus ada dan kebutuhan pragmatis untuk memungkinkan suatu langkah awal pemahaman akan didirikan sebelum memperbarui bahwa pernyataan bertujuan untuk mencapai invarian tidak dan tidak perlu mewakili aktualitas. Teori konstruksionis sosial sehingga memungkinkan untuk penyesuaian evolusi yg diperlukan.

7.. Teori Perkembangan Perseptual Vygotsky
        Teori Vygotsky menentang gagasan-gagasan Piaget tentang bahasa dan pemikiran. Vygotsky menyatakan bahwa bahasa, bahkan dalam bentuknya yang paling awal, adalah berbasis sosial, sementara Piaget menekankan pada percakapan anak-anak yang bersifar egosentris dan berorientasi nonsosial. Anak-anak berbicara kepada diri mereka untuk mengatur perilakunya dan untuk mengarahkan diri mereka. Sebaliknya, Piaget menekankan bahwa percakapan anak kecil yang egosentris mencerminkan ketidakmatangan sosial dan kognitif mereka. 
        Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa konsep melalui pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih maju dan berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang lain.
        Selain teori Vygotsky diatas, Vygotsky juga mempuyai teori yang lain yaitu tentang “scaffolding”. Scaffolding adalah memberikan bantuan yang besar kepada seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut untuk mengerjakan pekerjaannya sendiri dan mengambil alih tanggung jawab pekerjaan itu. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan masalah kedalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajarannya yaitu: 
1. Menghendaki setting kelas kooperaif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling     memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efekif dalam masng-masing zone of proximal development mereka.

2. Pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran dalam menekankan scaffolding. Jadi teori belajar vigotsky adalah salah satu teori belajar sosial sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaktif social yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru dalam usaha menemukan konsep-konsep danpemecahan masalah.